Jangan Pergi Lagi

JANGAN PERGI LAGI

Di papan pengumuman terlihat siswa-siswi sedang berkerumunan tuk melihat hasil pengumuman penerimaan siswa baru. Aneh-aneh saja tingkahnya, ada yang berteriak senang karena namanya terpampang di papan pengumuman yang berate dia diterima. Ada juga yang tampak sedih karena mungkin namanya tidak terpampan di papan pengumuman tersebut

Melihat suasana seperti itu, aku juga uda gak sabar tuk melihat pengumuman. Setiba disana, aku langsung mencari namaku mulai dari kelas yang paling rendah, maklum saja karena milik aku ini bias dikatakan otak pas-pasan. Awalnya aku emang kaget juga, abis uda baca nama-nama di kelas Xb-Xe tapi kok namaku gak ada. Sekarang tinggal pengumuman kelas Xa yang belum aku baca. “Tapi kayaknya gak mungkin dhe orang sepertiku masuk kelas Xa,” pikirku saat itu. Dengan sedikit ragu, akupun membaca kembali pengumuman khusus untuk kelas Xa dan sungguh diluar dugaan karena ternyata namaku tertulis jelas disitu walaupun nomor terakhir. “Bodoh amat, mau nomor urut terkhir kek, nomor urut berapa kek, yang penting aku masuk kelas unggulan,” ucapku dalam hati.

Sangking senengnya aku karena diterima di SMA tersebut apalgi kelas unggulan sehingga membuat aku gak sadar kalau ada orangdisampingku yang lagi pengumuman juga.

“Hai, lagi liat baca pengumuman ya?” sapanya.
“Ya,” Jawabku singkat.
“Kelas berapa?” Tanyanya lagi.
Dengan bangga aku langsung menjawab “Kelas Xa”.
Setelah itu, aku kira dia langsung pergi, eh… Dia malah lanjutin ucapannya.
“Berarti kita sekelas dong, oh ya namaku nomor urut pertama yang berarti nilaiku paling tinggi, klo gak salah yang dipapan namamu itu bukannya yang nomor terakhir itu,” ucapannya kemudian pergi.
“Wah! Sombong banget nich orang, mentang-mentang nilainya nilai tertinggi di SMA ini trus dia mau belagu. Liat aja nanti!” Bisikku dalam hati.

Dua minggu tlah berlalu selama aku jadi siswa di SMA ini, suasana perkenalan pun telah lewat. Siswa-siswi mulai akrab satu sama lain. Cuma aku dan si sombong itu aja yang bagaikan kucing dan tikus.
Sebenarnya aku sedikit gak suka dengan sssifattt temen-temenku yang kerjanya Cuma ngomongin si sombong itu.
“uda pinter, cakep, tajir, rajin ibadah lagi,” ucap Ririn. “Klo aku bias dapetin dia, wah beruntung baget ya.” Ucapnya lagi.
“Kamu ini ngomongin apan sich? Cowok gituan aja diimpiin,” ucapku dengan nada kurang setuju.
Dan aku emang gak setuju banget dengan cowok itu sejak pertemuan pertamaku di depan papan pengumuman. Bagiku dia itu termasuk orang yang sok. Mungkin hal ini yang membuat aku jadi cuek padanya.
Kini tepat tiga bulan lamanya setelah pertemuan pertamaku dengannya dan kebetulan hari ini pembagian beberapa kertas ulangan harian. Dengan bangga, dia mengangkat kertas ulangannya dan memperlihatkannya padaku. Emang sich nilainya rata-rata 100 sedangkan aku Cuma rata-rata 65.
“Ini orang makin hari makin sombong aja, maunya apa sich? Mentan-mentang dapat nilai 100 dipamer dhe. Tapi kalo dipikir-dipikir emang patut dibanggakan daripada nilaiku yang Cuma 65 melulu. Wah malu-maluin banget kalo mau dipamerin. Loh… kok jadi mau ngikutin dia sich, bukannya dia itu sombong, ngapain juga aku mesti ngikutin sombongnya,” celahku panjang dalan hati.
Tugas, tugas, tugas. Cuma ini yang didapatkan tiap hari di sekolah sebagai pelajar.
“Hari ini ngerjain tugas ma siapa lagi ya?” tanyaku pada diri sendiri dengan nada agak sedikit keras.”
“Sama aku aja,” jawabnya tiba-tiba dari samping.”
Belum sempat aku jawab, eh dia uda ngelanjutin kembali omongannnya.
“Ngerjain tugas sama kamu, sowry ya cari aja yang lain, abis orang kayak kamu gak selevel,” ucapannya denan mengejek.
Tadinya aku pikir uda berubah, tapi ternyata seperti biasa, dia Cuma ngerjain doank.
Suatu hari seperti biasanya pada jam istirahat aku ke perpustakaan tuk baca-baca buku. Pas lagi narik buku dari lemari, tiba-tiba dari seberang juga ada yang narik buku itu. Dan kagetnya lagi karena yang narik buku itu gak lain adalah dia. Wah sebel banget dhe. Berhubung bukunya tinggal satu dan gak ada yang mau ngalah, ya... terpaksa dhe baca buku itu berdua. Sambil baca buku aku juga ngobrol dengannya dan itu adalah pertamakalinya aku ngobrol dengannya, dia bilang kalo dia juga hobi baca buku.
Sejak saat itulah semuanya mulai berubah, kalo ke perpustakaan aku selalu bareng dia, baca buku bareng saling tuker pinjem buku. Pokoknya kalo masalah buku di perpustakaan kami tau semua.
Kini semuanya benar-benar sudah berubah. Dulu kami bagaikan kucing dan tikus, kini sudah ``berubah jadi bunga dan kumbang. Dimana ada aku pasti ada dia, dan begitupun sebaliknya.
Sekarang sudah 6 bulan lamanya aku mengenal dirinya. Dan hari ini bertepatan dengan hari jadiku yang ke-17. Dia memberi ucapan selamat padaku dan memberiku hadiah boneka pink yang didalamnya terdapat tulisan tiga kata yang juga diucapkannya,”I Love You.”
Awalnya aku sedikit kaget dan ragu tuk menjawabnya, tapi karena suara dukungan dari teman-temanku dan aku sendiri juga sudah kenal siapa dia. So aku tinggal ngulangin aja kata-katanya dengan ditambah kata too,” I Love You Too.”
Kini hari-hariku kulalui bersamanya dan satu yang paling penting aku tambah rajin kesekolah, abis klo gak ke sekolah berarti gak ketemu dong.
Setelah tiga bulan jalan dengannya, pada suatu malam yang sunyi tiba-tiba HPku bersering dan itu adalah telpon dari ibuku yang menyuruhku segera keluar kota malam itu juga karena ayahku masuk rumah sakit. Setelah menutup telpon, saat itu juga aku langsung berangkat tanpa memberikan kabar padanya. Aku disana selama dua minggu. Waktu yang cukup lama bagiku tuk berpisah dengannya. Tapi apa boleh buat karena inilah kenyataan yang terjadi. Dan ini juga tuk yang kesekian kalinya aku pergi tuk waktu yang lama.
Hari ini hari pertamaku kembali ke sekolah. Aku piikir dengan kehadiranku kembali di sekolah maka dia akan langsung menghampiriku dan bertanya ini itu. Tapi dugaan ku salah, dia malah jadi petung di kursinya.
Bel berbunyi tanda istirahat, anak-anak pada ke kantin. Karena kangen berpisah selama dua minggu dan aku yang meninggalkannya, so aku yang menghampirinya dan duduk disampingnya. Aku belum berucap sepatah katapun, dia sudah mendahuluiku.
“Aku gak suka ditinggalkan, kalo masih mau pergi maka pergilah tuk selamanya dan jangan kembali lagi. Tapi kalo masih mau bersamaku, jangan pergi lagi,” ucapnya lembut.
“Aku ingin bersamamu, aku tidak akan pergi lagi,” jawabku.
Diapun memelukku untuk pertamakalinya dan mudah-mudahan bukan yang terakhir kalinya.
Sejak saat itu kuputuskan untuk tidak pergi lagi. Aku berjanji tidak akan meninggalkannya lagi, karena aku tau kalo sulit bagiku tuk menemukan cowo’ yang sepertinya yang selalu setia manantiku kembali saat aku pergi.



T h e E n d





Besse Herlina